CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Senin, 23 Agustus 2010

pelukan terakhir buat papa .. (17 july 2010)

Optimis, semangat yang tinggi dan menyayangi dengan caranya sendiri adalah hal yang paling kuingat dari sosok papa disamping segala sifat baik lainnya. Papa sudah menjadi tujuan hidup dan alasan dari segala langkah yg kuambil serta pencapaian yang ingin kuraih. Hanya papa yang mampu membuatku percaya pada kemampuanku sendiri, karena dia begitu membanggakanku. Aku belum mampu memberikan kebanggaan apa – apa, tapi apapun yang aku lakukan, semua usaha dan jerih payahku sudah mampu memberikannya kebanggaan yang luar biasa.

Papa begitu bangga menceritakan pada saudara, tetangga, teman – teman dan kerabat tentang prestasiku (yang menurutku sama sekali bukanlah apa apa). Papa yang biasanya begitu semangat menanyakan pengalamanku mewawancarai tokoh2 penting, papa yang selalu memintaku mengulangi bercerita tentang pengalamanku belajar di State, meskipun sudah puluhan kali rasanya kucritakan, papa yang selalu menanyakan pekerjaanku di kantor setelah sampai dirumah, papa yang selalu menggodaku tentang teman – teman dekatku. Dulu semua itu membuatku jengah, bosan dan ingin rasanya menjauh dari papa karena keingin tahuannya yang begitu besar dan caranya memperlakukan aku seperti anak kecil. Tapi itulah wujud kebanggaannya, itu adalah caranya membanggakanku karena memang hanya aku yang bisa dibanggakan. Itulah kenapa, segala sesuatu yang aku lakukan hanya untuk papa, karena aku ingin memberikan kebanggaan yang sebenar – benarnya, aku masih selalu berusaha, tapi ternyata hanya sampai disini kebanggaan yang bisa dirasakan papa.

No one can really care of me except him, he is really the one who can make me secured, safe, comfort in every place and every conditions. Papa ngga akan pernah membiarkanku tidur di kamar sendirian sampai dia yakin tidak ada satu ekor nyamuk pun di dalam. Di malam hari, papa suka diam – diam membuka kamarku untuk melihat apakah selimutku sudah terpasang dengan baik, apakah aku sudah nyaman dengan tidurku atau sekedar memeriksa apakah aku sudah berhenti “mainan” internet. Saat makan malam tiba, papa ngga akan pernah mau menyentuh makanan kesukaanku, meskipun dia sendiri juga sangat menyukainya, dia bakal melarang mama mengambil makanan yang yang aku suka, papa selalu diam – diam menambahkan nasi di piringku saat aku lengah karena dia benci melihatku berdiet dg karbohidrat. papa yg selalu bisa kuandalkan dalam berbagai masalah, sekecil apapun itu. Papa selalu toleran dengan semua sifat pemalasku, papa yang selalu memprotes dan merapikan barang – barangku yang berhamburan karena sifat teledor dan pemalasku. Papa yang selalu menemukan barang – barang penting yang terselip ntah dimana. He is just all I need. Tapi semua itu ternyata baru kusadari sekarang, saat aku ngga bisa lagi menyentuh tangannya, mencium kedua pipinya dan memeluknya, tidak bisa melakukan apapun kecuali mengenangnya.

Dua tahun terakhir ini hubunganku dengan papa bisa dibilang kurang baik dari sebelumnya. Aku menyalahkannya karena memaksaku ke Makassar selepas kuliah. Papa melakukan segala cara untuk bisa membuatku ke Makassar dan berada dekat dengannya. Sungguh tidak terbersit sedikitpun dalam benakku kalau permintaannya itu karena mungkin inilah saat saat terakhir kami bisa berkumpul bersama sebagai keluarga kecil yang meskipun banyak sekali dirundung masalah tapi tetap kuat karena cinta kami bertiga yang begitu kuat. Aku menolak, tapi papa bahkan merayuku dengan berbagai cara, hingga akhirnya aku mengalah dan merintis karir di kota ini. Tapi ketika semua ternyata tidak sesuai rencana, aku mulai uring – uringan. Aku selalu menyalahkan papa atas segala masalah, segala kekacauan yang terjadi akibat kepindahanku ke Makassar. Aku selalu menyalahkannya atas segala kegagalan kegagalan yang terjadi karena keberadaanku di Makassar, jauh dari berbagai peluang dan kesempatan. Aku selalu menyalahkannya atas segala kesedihan yang kurasakan karena kepindahanku disini. Aku selalu menyalahkannnya atas segala keterlanjuran ini. Tapi papa selalu mengalah dan menyesali semuanya, dia selalu bersabar menghadapi perubahan – perubahanku meskipun aku tahu hatinya sakit melihatku seperti ini. Papa masih dengan setia mengantar dan menjemputku ke kantor, masih memperhatikan segala kebutuhanku dan mengantarku ke mana mana karena aku ngga ngerti jalanan di kota Makassar. Papa menyayangiku dengan segala yang dia punya, berusaha membuatku betah dengan segala keterbatasannya. Ya tuhan, papa begitu sabar dan luar biasa menyayangiku. Di saat – saat terakhirnya aku tidak cukup melayaninya dengan baik, tidak cukup membuatnya bahagia atas prestasi – prestasiku, tidak cukup membuatnya bahagia atas karirku yang seolah2 mandeg. Tapi papa seolah2 ngga pernah merasakan penderitaan yang dia rasakan, bahkan di malam terakhir saat kondisinya (ternyata) benar2 melemah, papa masih saja bisa bercanda, bisa menjahiliku seperti kebiasaannya, dan masih saja memperhatikan batuk asmaku yang kebetulan kambuh juga.

Dan akhirnya, saat kami membopongnya dari kamar mandi tengah malam itu papa sempat berkata, bahwa sebenarnya dia ngga pernah tega meninggalkan aku dan mama berdua saja dalam kondisi seperti ini, satu kalimat disampaikan papa buat syarif malam itu, “tolong jaga dewi dan mamanya kalau terjadi apa - apa”. Kami menangis, tapi tetap tidak menganggap bahwa itu adalah pesan terakhir menjelang ajal yang menjemputnya keesokan harinya sekitar pukul satu siang. Hanya itu wasiat papa, bahkan di saat terakhirnya pun dia masih saja memikirkan nasib kami.

Saat memeluk papa untuk yang terakhir kalinya di malam itu, aku masih merasakan hangat tubuhnya, dan betapa sedihnya aku, saat memeluk lagi tubuh itu keesokan harinya dalam keadaan sudah terbujur kaku dan dingin.

Aku mengikuti setiap prosesnya, dari saat papa dibawa ke kampungnya Pinrang dengan mobil jenazah yang melaju sangat kencang, saat jenazah papa dimandikan, dikafani dan akhirnya dimakamkan disamping makam kedua orang tuanya. Tak pernah terbayang dalam benakku akan melihat semua proses ini untuk papaku. Papa begitu kuat, tidak mudah putus asa, penuh semangat dan suka sekali bercanda. Tapi saat itu aku melihatnya tanpa ekspresi, tak berdaya dengan mata tertutup tak pedulikan aku. Papa sudah berpulang, Allah SWT telah mengambilnya karena memang Dia yang memiliki hak itu.

saat berkumpul bersama teman, kerabat dan keluarga di kampung halaman papa, yang sebagian juga datang dari kota lain, semua bercerita tentang papa, semua mengenang segala kebaikan dan jasa papa semasa hidup. Masing – masing orang punya kenangannya sendiri, tapi satu hal yang sama tentang papa, bahwa papa begitu baik, suka sekali menolong orang lain dan punya rasa welas asih yang luar biasa. Hal – hal itu yang mendorong orang datang jauh – jauh dari mamuju, Jakarta, Kalimantan hingga manokwari, semua datang karena Papa adalah sosok yang sangat disayangi semua orang karena kebaikannya.

Sekarang tidak ada lagi sms – sms papa untukku disela2 kesibukan dikantor, tidak ada lagi yg memintaku bercerita sepulang kantor, tidak ada lagi yang menjahiliku dirumah, tidak ada lagi yg melindungiku dari nyamuk, tidak ada lagi papa disamping kami. Tidak ada lagi sosok yang bisa kuandalkan dirumah, tidak ada lagi sang pengambil keputusan saat kami sedang dalam masalah yang tak bisa kuputuskan sendiri, tidak ada lagi papa, yang tersisa hanya kenangan. Sekarang insyaAllah papa sudah tenang di rumah terakhirnya, mudah – mudahan ia mendapatkan tempat yang terbaik sesuai dengan amal ibadahnya, dan dikumpulkan bersama orang – orang pilihan allah SWT. Amin Yaa Robbal Alamin.

0 komentar: